Cari Blog Ini

Tampilkan postingan dengan label Kajian. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kajian. Tampilkan semua postingan

Rabu, 18 November 2020

Rangkuman Pemikiran Ki Hajar Dewantara


Ki Hajar Dewantara tokoh pendidikan Indonesia yang memiliki pemikiran dan pemahaman yang sangat revolusioner tentang pendidikan. Beliau berpendapat bahwa pendidikan itu adalah proses memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat.

Kodrat yang dimiliki anak sudah dituliskan pada seorang anak yang baru lahir dan dapat terus berkembang dipengaruhi oleh beberapa factor. Jika factor yang mempengaruhinya baik maka anak tersebut akan dapat mengesampingkan factor buruk yang memang sudah ada padanya. Sebaliknya jika factor yang mempengaruhinya kurang baik maka anak tersebut akan terus mengembangkan factor buruknya itu. Factor buruk adawlah factor dominan yang dapat setiap saat menggantikan factor baik dalam diri seseorang. Disinilah perlu adanya pendidikan yang sesuai sehingga dapat berkesan dan bertahan bagi si anak dalam mengesampingkan factor buruknya.

Kodrat anak itu dibagi lagi menjadi 2 yaitu kodrat alam dan kodrat zaman.

  • Kodrat alam artinya tempat anak tersebut dilahirkan dan dibesarkan, misalnya ada yang dilahirkan di pedesaan, di perbukitan, di pegunungan, pesisir pantai dan sebagainya.
  • Kodrat zaman merupakan keadaan social saat anak berada sekarang dana pa yang diharapkan dimiliki oleh anak, misalkan pengetahuan tentang teknologi yang pada akhirnya dapat melengkapi kodrat alam yang dimiliki anak.

Prinsip pemikiran Ki Hajar Dewantara yang menarik lainnya adalah ketika beliau tidak menyamaratakan pendidikan untuk setiap anak. Beliau menganalogikan dengan menanam padi dan jagung. Ketika padi ditanam dan dipelihara sebagaimana layaknya memelihara padi maka hasilnya akan menjadi padi yang baik, begitupula dengan jagung. Kita tidak bisa menanam padi tapi dengan perlakuan seperti menanam jagung. Jika itu dilakukan maka hasilnya tidak akan baik karena padi adalah padi dan bukan jagung.

Ki Hajar Dewantara juga mengungkapkan tentang budi pekerti dimana budi pekerti itu merupakan perpaduan dari cipta (pikiran), rasa (perasaan) dan karsa (tingkah laku/kegiatan). Misalkan ketika anak mempunyai budi pekerti luhur suka menolong artinya itu besasal dari pikirannya (baik melaui proses pendidikan atau tidak) lalu ke perasaannya kemudian ditindak lanjuti dengan perbuatannya memberikan pertolongan kepada yang membutuhkan.

Pendidikan dan pembiasaan budi pekerti yang baik seharusnya berasal dari lingkungan keluarga karena hamper setiap saat anak berada dalam lingkungan keluarga dan biasanya tingkah laku orang tua yang dijadikan contoh oleh anak.

Pendidikan dan Pemikiran Ki Hajar Dewantara

Pendidikan menjadi suatu hal yang selalu menarik untuk diperbincangkan. Karena pendidikan itu menjadi dasar untuk tumbuh kembangnya manusia yang memiliki keunikan tersendiri dan berdeda antara satu dengan lainnya. Pendidikan itu didapatkan manusia baik secara sadar maupun tidak, dari mulai lahir hingga ajal menjelang.

Pendidikan dalam artian umum adalah tuntunan bagi tumbuh kembangnya manusia, terutama anak-anak. Pendidikan juga bisa diartikan secara khusus tergantung bidang dan alirannya, misalnya dalam pengertian agama atau kemasyarakatan memiliki pengertian tersendiri tentang pendidikan itu. Sehingga pembahasan tentang pendidikan lebih mudah dipahami jika mengacu ke pengertian secara umum.

Pendidikan seharusnya bukan merupakan paksaan, tapi lebih kepada tuntunan sehingga proses transfer maupun menerima ilmu terjadi tanpa ada paksaan dan merasa dipaksa. Hal tersebut dilakukan karena setiap anak yang berproses menuju tumbuh kembangnya memiliki kodrat, kemampuan, minat dan bakat masing-masing. Disini seorang guru hanya berperan untuk memberikan motivasi dan dorongan agar kodrat, bakat, minat dan kemampuan anak dapat berkembang. Perkembangan yang terjadi dengan diberikannya pendidikan diharapkan dapat meningkatkan sifat baik anak dan mengurangi munculnya sifat buruk yang sudah ada pula dalam diri masing-masing anak sejak lahir.

Tidak jauh berbeda dengan paparan diatas, Ki Hajar Dewantara juga mempunyai prinsip bahwa seorang anak terlahir bukan sebagai kertas putih, tapi sudah berisi catatan-catatan walaupun masih tampak kabur dan dapat diperjelas dengan proses pendidikan selanjutnya. Seorang anak tidak dapat disamaratakan dalam menerima pendidikan, beliau mengibaratkan padi dan jagung yang memiliki tempat hidup dan cara penanganan masing-masing, karena bagaimanapun caranya kita berusaha maka padi tidak akan berubah menjadi jagung dan sebaliknya.

Proses pendidikan bisa juga untuk menumbuhkan karakter pada diri anak. Walaupun anak sudah tampak karakternya yang dipengaruhi oleh lingkungan atau pendidikan sebelumnya tapi itu hanyalah sekitar 12% saja, dan sebanyak 88% masih terpendam dalam diri anak dan menunggu untuk dimunculkan melalui proses pembiasaan dan lingkungan yang mendukung. Dalam proses memunculkan karakter atau sikap baik yang masih terpendam tersebut perlu adanya usaha dari diri sendiri dan berbagai pihak.

Demikianlah uraian singkat ini yang merupakan hasil dari pemahaman pribadi tentang pendidikan dan pemahaman Ki Hajar Dewantara dalam pendidikan. Semoga bermanfaat dan dapat menjadikan inspirasi dalam kemajuan pendidikan kita di masa yang akan datang.


Kamis, 08 November 2012

PARADIGMA PENDIDIKAN IPS



            Dalam wacana kurikulum sistem Pendidikan di Indonesia terdapat tiga jenis program pendidikan sosial, yaitu: program (pendidikan) ilmu-ilmu sosial (IIS) yang dibina pada fakultas-fakultas sosial murni; disiplin ilmu pengetahuan sosial (PDPIS) yang dibina pada fakultas-fakultas pendidikan ilmu sosial: dan pendidikan ilmu pengetahuan sosial (PIPS) yang diberikan terutama di dalam pendidikan persekolahan
            Perkembangan PIPS dan PDIPS secara konseptual terkait erat pada konsep “social studies” secara umum, dan secara kurikuler terkait erat pada perkembangan PIPS dalam dunia persekolahan. Oleh karena itu untuk melihat bagaimana karakteristik dan perkembangan PDIPS perlu dikaitkan dengan konsep, dan perkembangan “social studies” dan konsep serta perkembangan PIPS dalam dunia persekolahan.
            Konsep “social studies” secara umum berkembang secara evolusioner di Amerika Serikat sejak tahun 1800-an, yang kemudian mengkristal menjadi domain pengkajian akademik pada tahun 1900-an, antara lain dengan berdirinya National Council for the Social Studies (NCSS) pada tahun 1935. Pilar akademik pertama muncul dalam pertemuan pertama NCSS tahun 1935, berupa kesepakatan untuk menempatkan “social studies” sebagai “core curriculum”, dan pada tahun 1937 berupa kesepakatan mengenai pengertian “social studies” yang berawal dari pandangan Edgar Bruce Wesley, yakni “The social studies are the social. sciences simplified for pedagogical purposes”.
            Dari penelusuran historis epistemologis, tercatat bahwa dalam kurun waktu 40 tahunan sejak tahun 1935 bidang studi “social studies” mengalami perkembangan yang ditandai dengan ketakmenentuan, ketakberkeputusan, ketakbersatuan, dan ketakmajuan. Antara tahun 1940-1950 “social studies” mendapat serangan dari berbagai sudut; tahun. 1960-1970-an timbulnya tarik-menarik antara pendukung gerakan the new social studies yang dimotori oleh para sejarawan dan ahli-ahli ilmu sosial dengan gerakan “social studies” yang menekankan pada “citizenship education”. Para pendukung gerakan “the new social studies” kemudian mendirikan Social Science Education Consortium (SSEC). Sedangkan NCSS terus mengembangkan gerakan “social studies” yang terpisah pada “citizenship education”
            Pada era 1980-1990-an NCSS kelompok berhasil, menyepakati “scope and sequence of social studies”, yakni tahun 1963; kemudian pada tahun 1989 berhasil disepakati konsep “social studies” untuk abad ke 21 yang dituangkan dalam “Charting A Course: Social Studies for the 21st Century”, dan terakhir pada tahun 1994 disepakati “Curriculum Standards for Social Studies”. Dalam perkembangan terakhir itu NCSS masih tetap menempatkan “citizenship education” sebagai inti dari tujuan “social studies”. Sementara itu pada kelompok SSEC, kelompok bidang studi ekonomi mengembangkan secara tersendiri “economics education”.

Minggu, 13 Mei 2012

Kompetensi Kepribadian, Sosial Dan Profesi Guru


Kompetensi berasal dari bahasa Inggris competency yang artinya kecakapan, kemampuan, kewenangan. Beberapa pengertian kompetensi dapat Anda simak sebagai berikut:
            Nana Syaodih (1997): Kompetensi adalah performan yang mengarah kepada pencapaian tujuan secara tuntas menuju kondisi yang diinginkan.
            Le Boterf dalam Denise et al (2007): Kompetensi merupakan sesuatu yang abstrak; hal ini tidak menunjukkan adanya material dan ketergantungan pada kegiatan kecakapan individu. Jadi kompetensi bukan keadaan tapi lebih pada hasil kegiatan dari pengkombinasiaan sumberdaya personal (pengetahuan, kemampuan, kualitas, pengalaman, kapasitas kognitif, sumberdaya emosional, dan lainnya) dan sumberdaya lingkungan (teknologi, database, buku, jaringan hubungan, dan lainnya).
            Yodhia Antariksa (2007):  Kompetensi dapat dipahami sebagai sebuah kombinasi antara keterampilan (skill), atribut personal, dan pengetahuan (knowledge) yang tercermin melalui perilaku kinerja (job behavior) yang dapat diamati, diukur dan dievaluasi.
Dari berbagai definisi tersebut dapat dikatakan kompetensi  sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan perbuatan secara profesional dalam menjalankan fungsi sebagai guru.
            Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Pasal 1) dinyatakan bahwa : “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal, pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah”.
Dalam UU tersebut juga dinyatakan bahwa kompetensi guru adalah kebulatan pengetahuan , keterampilan dan sikap yang berwujud tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran. Dimensi kompetensi yang harus dimiliki oleh profesi guru adalah :
a.       Kompetensi pedagogik.
b.      Kompetensi profesional.
c.       Kompetensi pribadi.
d.      Kompetensi sosial.
Kompetensi Pedagogik
            Kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.  Sub kompetensi dalam kompetensi Pedagogik adalah :
1.      Memahami peserta didik secara mendalam yang meliputi memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif, prinsip-prinsip kepribadian, dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik.
2.      Merancang pembelajaran,termasuk memahami landasan pendidikan  untuk kepentingan pembelajaran yang meliputi memahami landasan pendidikan, menerapkan teori belajar dan pembelajaran, menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar, serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.
3.      Melaksanakan pembelajaran yang meliputi menata latar ( setting) pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
4.      Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran yang meliputi merancang dan melaksanakan  evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode, menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery level), dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.
5.      Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan  berbagai potensinya meliputi memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik, dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik.

Kompetensi Profesional
            Adalah penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya.  Sub kompetensi dalam kompetensi Profesional adalah :
1.      Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi yang meliputi  memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah, memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar, memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait, dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.
2.      Menguasai struktur dan metode keilmuan yang meliputi menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan dan materi bidang studi.

Kompetensi Pribadi
            Adalah kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.  Sub kompetensi dalam kompetensi kepribadian meliputi :
1.      Kepribadian yang mantap dan stabil meliputi bertindak sesuai dengan norma sosial, bangga menjadi guru, dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.
2.      Kepribadian yang dewasa yaitu menampilkan  kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru.
3.      Kepribadian yang arif adalah menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah dan masyarakat dan menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
4.      Kepribadian yang berwibawa meliputi memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.
5.      Berakhlak mulia dan dapat menjadi teladan meliputi bertindak sesuai dengan norma religius (imtaq, jujur, ikhlas, suka menolong) dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.

Kompetensi Sosial
            Adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Sub kompetensi social meliputi:    
1.      Guru mampu berperan sebagai pemimpin baik dalam lingkup sekolah maupun luar sekolah.
2.      Guru bersikap bersahabat dan terampil berkomunikasi dengan siapapun demi tujuan yang baik.
3.      Guru bersedia ikut berperan serta dalam berbagai kegiatan sosial baik dalam lingkup kesejawatannya maupun dalam kehidupan masyarakat pada umumnya.
4.      Guru adalah pribadi yang bermental sehat dan stabil.
5.      Guru tampil secara pantas dan rapi.
6.      Guru mampu berbuat kreatif dengan penuh perhitungan.
7.      Dalam keseluruhan relasi sosial dan profesionalnya, guru hendaknya mampu bertindak tepat waktu.

Selasa, 08 November 2011

Penalaran

Apakah Hakekat Penalaran?
            Penalaran adalah suatu proses berfikir dengan menghubung-hubungkan bukti, fakta, petunjuk atau eviden, ataupun sesuatu yang dianggap bahan bukti, menuju pada suatu kesimpulan. Atau dapat dikatakan penalaran adalah proses berfikir yang sistematik dan logis untuk memperoleh sebuah kesimpulan (pengetahuan atau keyakinan). Bahan pengambilan kesimpulan itu dapat berupa fakta, informasi, pengalaman, atau pendapat para ahli.
Secara umum, penalaran itu dapat dilakukan dengan cara induksi atau deduksi, atau gabungan keduanya. Induksi adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari hal-hal khusus menuju sesuatu yang umum. Sebaliknya deduksi, adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari sesuatu yang umum menuju hal-hal yang khusus, atau penerapan sesuatu yang umum pada peristiwa khusus untuk mencapai sebuah kesimpulan.Dalam praktiknya kedua corak penalaran tersebut saling mendukung. Misalnya, proses induksi  tidak akan banyak manfaatnya jika tanpa diikuti proses deduksi, dan sebaliknya.

Bagaimana  Penalaran Induktif?
Penalaran induktif dapat dilakukan melaui generalisasi, analogi, atau hubungan kasual. Sementara itu, deduksi menggunakan silogisme atau variannya (entimem) sebagai sarana bernalar. Generalisasi ialah proses penalaran yang bertolak dari sejumlah gejala atau peristiwa yang serupa untuk menarik kesimpulan mengenai semua atau sebagian dari gejala atau peristiwa itu.Generalisasi diturunkan dari gejala-gejala khusus  Sedangkan penalaran induktif melalui analogi, yang dimaksud di sini adalah analogi logis, adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari dua peristiwa atau gejala khusus yang satu sama lain memiliki kesamaan untuk menarik sebuah kesimpulam  Untuk penalaran induktif melalui sebab akibat memiliki karakteristik  : yakni 1) satu atau beberapa gejala yang timbul dapat berperan sebagai sebab atau akibat, atau sekaligus sebagai akibat dari gejala sebelumnya dan sebab gejala sesudahnya, 2) gejala atau peristiwa yang terjadi dapat ditimbulkan oleh satu sebab atau lebih , dan menghasilkan satu sebab atau lebih. 3) Hubungan sebab dan akibat dapat bersifat langsung dan tak langsung.

Penalaran Deduktif, apa yang dimaksudkan?
Deduksi adalah proses berfikir yang bertolak dari sesuatu yang umum (prinsip, hukum, teori, atau keyakinan) menuju hal-hal yang khusus.
Deduksi bersifat spesifikasi (pengkhususan) Induksi maupun deduksi keduanya bekerja sama hal-hal yang khusus menuntun menuju generalisasi, dan generalisasi menggiring pada penerapan atau spesifikasi. Ketika kita menerapkan gereralisasi yang dihasilkan dari penalaran induktif, maka saat itu kita juga melakukan penalaran deduktif. Dalam induksi kita perlu mengumpulkan bahan atau fakta secara memadai sebelum sampai pada suatu kesaimpulan. Semakin banyak dan baik kualitas fakta yang dikumpulkan, akan semakin tinggi tingkat kebenaran kesimpulan itu.

Dalam bernalar seseorang dapat melakukan salah nalar, yang disebabkan oleh kekeliruan dalam proses berpikir, kekurangcermatan, kecerobohan, ketidaktahuan, atau sikap emosional. Dengan demikian, terjadinya salah nalar dapat disebabkan oleh generalisasi yang terlalu luas, kerancuan analogi, kesalahan kausalitas, kesalahan relevansi (karena kekurangpahaman, pengabaian, atau penyembunyian masalah sesungguhnya), dan kesalahan karena menyandarkan pendapat atau alasan mengenai suatu masalah terhadap seorang tokoh atau ahli di luar kepakarannya.......................

Lingkungan pendidikan

Yang dimaksud dengan lingkungan pendidikan adalah, segala sesuatu yang ada di luar diri individu yang mempengaruhi pribadinya. Pribadi individu berkembang melalui interaksi dengan lingkungannya. Dengan kata lain melalui pengalaman hidup yang berlangsung dalam lingkungan yang positif individu akan berkembang kepribadiannya. Sebab itu lingkungan tempat individu hidup merupakan lingkungan pendidikan baginya.
Seperti kita ketahui bersama bahwa pendidikan dapat berlangsung secara informal (keluarga, formal (sekolah), maupun nonformal (masyarakat.
Pendidikan informal (keluarga, biasanya berlangsung karena rasa tanggung jawab orang tua terhadap anak. Orang yang berperan sebagai pendidik yang utama di dalam keluarga, adalah ayah dan ibu (orang tua. Di samping itu anggota keluarga lain (kakak, paman, bibi, kakek, nenek, bahkan pembantu rumah tangga pun) dapat mempengaruhi atau mendidik anak melalui interaksi atau pergaulan dengan anak. Pengalaman yang diterima anak pada masa kecil akan menentukan sikap hidupnya di masa mendatang. Dengan demikian keluarga merupakan peletak dasar pendidikan bagi anak.
Secara tersirat tujuan pendidikan dalam keluarga pada umumnya adalah, agar anak menjadi pribadi yang mantap, beragama, bermoral, dan menjadi anggota masyarakat yang baik. Sesuai dengan sifatnya yang informal, keluarga tidak memiliki kurikulum formal atau kurikulum tertulis. Dari uraian terdahulu, keluarga mempunyai fungsi dalam pendidikan sebagai berikut: a) sebagai peletak dasar pendidikan anak, dan b) sebagai persiapan ke arah kehidupan anak dalam masyarakatnya.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan adanya karakteristik lingkungan pendidikan informal sebagai berikut: (a) tujuan pendidikannya lebih menekankan pada pengembangan karakter; (b) peserta didiknya bersifat heterogen; (c) isi pendidikannya tidak terprogram secara formal/tidak ada kurikulum tertulis; (d) tidak berjenjang; (e) waktu pendidikan tidak terjadwal secara ketat, relatif lama; (f) cara pelaksanaan pendidikan bersifat wajar; (g) evaluasi pendidikan tidak sistematis dan insidental; credentials tidak ada dan tidak penting.
Di samping mendapatkan pendidikan di rumah (secara informal), anak tentunya juga mendapatkan pendidikan di sekolah (secara formal). Sekolah mempunyai tujuan yang jelas yang dituangkan dalam bentuk kurikulum. Tetapi pada umumnya tujuan sekolah adalah memberikan bekal kemampuan kepada peserta didik dalam mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga Negara, makhluk Tuhan, serta mempersiapkan peserta didik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya.
Selain itu sekolah mempunyai fungsi konservasi dan fungsi inovasi. Fungsi konservasi, berarti sekolah berupaya untuk melestarikan nilai-nilai sosial-budaya yang ada di dalam masyarakat. Sedangkan fungsi inovasi, berarti sekolah berupaya untuk melakukan pembaharuan di dalam masyarakat.
Secara khusus sekolah mempunyai karakteristik sebagai berikut: (a) secara faktual tujuan pendidikannya lebih menekankan pada pengembangan intelektual; (b) peserta didiknya bersifat homogen; (c) isi pendidikannya terprogram secara formal/kurikulumnya tertulis; (d) terstruktur, berjenjang, dan berkesinambungan; (e) waktu pendidikan terjadwal secara ketat, dan relatif lama; (f) cara pelaksanaan pendidikan bersifat formal dan artificial; (g) evaluasi pendidikan dilaksanakan secara sistematis; credentials ada dan penting.

Di lingkungan masyarakat, setiap orang akan memperoleh pengalaman tentang berbagai hal, misalnya tentang lingkungan alam, tentang hubungan sosial, politik, kebudayaan, dan sebagainya. Di lingkungan masyarakat ini juga setiap orang akan memperoleh pengaruh yang sifatnya mendidik dari orang-orang yang berada di sekitarnya, baik dari teman sebaya maupun orang dewasa melalui interaksi sosial secara langsung atau tatap muka maupun secara tidak langsung.
Masyarakat sebagai lingkungan pendidikan nonformal hendaknya dipahami sebagai lingkungan pendidikan di luar keluarga dan di luar sekolah. Pendidikan dalam masyarakat (nonformal) dapat diselenggarakan secara tidak terstruktur dan berjenjang, dapat pula diselenggarakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal selain menjadi tanggung jawab pemerintah, juga menjadi tanggung jawab bersama orang dewasa (masyarakat) yang ada di lingkungan masyarakat yang bersangkutan. Pendidikan dalam lingkungan masyarakat dapat berfungsi sebagai pengganti, pelengkap, penambah, dan mungkin juga pengembang pendidikan di lingkungan keluarga dan sekolah.
Pendidikan nonformal mempunyai karakteristik sebagai berikut: (a) tujuan pendidikannya lebih bersifat pengembangan keterampilan praktis; (b) peserta didiknya bersifat heterogen; (c) isi pendidikannya ada yang terprogram secara tertulis , ada pula yang tidak terprogram secara tertulis; (d) dapat terstruktur, berjenjang, dan berkesinambungan dan dapat pula tidak; (e) waktu pendidikan terjadwal secara ketat atau tidak terjadwal, lama pendidikannya relative singkat; (f) cara pelaksanaan pendidikan mungkin bersifat artificial mungkin pula bersifat wajar; (g) evaluasi pendidikan mungkin dilaksanakan secara sistematis dapat pula tidak sistematis; credentials mungkin ada dan mungkin pula tidak ada.
Dalam perkembangannya sekarang keluarga tidak dapat lagi memenuhi segala kebutuhan dan aspirasi pendidikan bagi anak-anaknya, baik menyangkut pengetahuan, sikap, maupun keterampilan untuk melaksanakan peranannya di dalam masyarakat. Dengan demikian sekolah dan masyarakat berfungsi sebagai pelengkap pendidikan yang tidak dapat diberikan oleh keluarga. Tetapi tidak berarti bahwa keluarga dapat melepaskan tanggung jawab pendidikan bagi anak-anaknya. Keluarga diharapkan bekerja sama dan mendukung kegiatan pendidikan di sekolah dan di masyarakat.
Sekolah mendapat mandat, tugas dan tanggung jawab pendidikan dari orang tua dan masyarakat. Oleh sebab itu pendidikan di sekolah tidak boleh berjalan sendiri tanpa memperhatikan aspirasi keluarga dan masyarakat. Dalam melaksanakan pendidikannya sekolah perlu bekerja sama dengan orang tua peserta didik dan masyarakat. Pada masa sekarang sekolah tidak mampu lagi memberikan kebutuhan pendidikan bagi peserta didiknya secara menyeluruh, dan juga belum mampu menampung seluruh anak usia sekolah. Untuk itu pendidikan perlu dilengkapi, ditambah, dan dikembangkan melalui pendidikan di dalam lingkungan masyarakat.
Dari penjelasan di atas kita dapat melihat hubungan antara keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan.

Kamis, 29 Oktober 2009

Taman Siswa Dan Kontribusinya Untuk Bangsa

A. PENDIDIKAN TAMAN SISWA
            Perguruan Taman Siswa merupakan sekolah tertua di Indonesia yang hingga kini masih eksis. Perguruan ini didirikan tanggal 3 Juli 1992 dengan nama Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa atau Perguruan Nasional Taman Siswa atas prakarsa Raden Mas Soewardi Soeryaningrat atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ki Hajar Dewantara yang terkenal dengan semboyannya ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani..
            Perguruan ini awalnya merupakan bagian dari alat perjuangan meraih kemerdekaan melalui perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat dengan menggunakan pendidikan dalam arti luas. Ki Hajar Dewantara menjadikan Tamansiswa sebagai kawah candradimukanya patriot bangsa. Melalui Tamansiswa, generasi muda Indonesia dibangun semangat kebangsaannya, rasa cinta tanah airnya dan ditanamkan nilai-nilai kebhinekaan (pluralisme). Dengan konsep pendidikan yang berdasarkan garis hidup bangsa yang ditujukan untuk keperluan prikehidupan yang dapat mengangkat derajat hidup manusia, bangsa dan Negara.
            Taman siswa pernah mengalami masa kejayaan. Pada zaman kejayaannya, cantrik-cantrik Tamansiswa disadarkan bahwa kaum pribumi (inlander) adalah bangsa yang terjajah, dijajah oleh tuan menir yang berkulit putih. Walaupun ada sekolah negeri yang didirikan oleh Belanda pada waktu itu, tetapi semangatnya ialah untuk mencetak para ambtenar yang siap mengabdi dan bekerja untuk kepentingan penjajah. Berbeda dengan sekolah Tamansiswa yang semangatnya adalah untuk mengangkat derajat manusia, bangsa dan Negara Indonesia. Ketika sebagian besar rakyat Indonesia sadar akan posisinya sebagai bangsa yang terjajah dan semangat kebangsaannya bangkit, maka Tamansiswa mendapat dukungan rakyat sehingga berkembang pesat, cabang-cabangnya berdiri di seluruh nusantara.
            Pada zaman revolusi, Tamansiswa memberi banyak kepada negeri ini. Dari Tamansiswa banyak pahlawan kemerdekaan lahir yang berjuang untuk Indonesia merdeka.Dari Tamansiswa tumbuh kader-kader nasionalis yang pada awal kemerdekaan perannya sangat signifikan. Banyak menteri dijabat dari orang-orang Tamansiswa. Konsep pendidikan Tamansiswa menjadi guru Sistem Pendidikan Nasional.
 
B. LATAR BELAKANG BERDIRINYA TAMAN SISWA
            Ki Hajar Dewantara (KHD) ialah salah satu tokoh pergerakan nasional Indonesia, berasal dari lingkungan keluarga keraton Yogyakarta. Perjalanan hidupnya penuh dengan perjuangan dan pengabdian demi kepentingan bangsa Indonesia. Ia menamatkan sekolah di ELS (Sekolah Dasar Belanda), lalu melanjutkan ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumipoetra). Namun tidak sampai lulus karena sakit. Ia lalu bekerja sebagai wartawan pada beberapa surat kabar. Tulisan-tulisannya sangat komunikatif dan mampu membangkitkan anti kolonial bagi para pembacanya.
            Pada tahun 1908 ia aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo untuk mensosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat indonesia mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan.
            Tanggal 25 Desember 1912 bersama douwes Dekker (Dr. Danudirja Setiabudi) dan dr. Cipto Mangunkusumu mendidikan Indische Partij ( Partai Politik Pertama yang beraliran Nasionalisme Indonesia).
            Pada November 1913 ia ikut membentuk Komite Bumipoetra sebagai tandingan dari Komite Perayaan Seratus Tahun Kemerdekaan Belanda. Dalam komite Bumipoetra ini, KHD mengkritik Pemerintah Kolonial Belanda melalui tulisan yang berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan Een vor Allen maar Ook Allen voor Een (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu). Tulisan Seandainya Aku Seorang Belanda dimuat dalam surat kabar de Express milik Dr. Douwes Dekker.
            Akibat tulisan itu, Pemerintah Kolonial Belanda menjatuhkan hukuman vuang kepada KHD ke pulau Bangka. Douwes Dekker dan Cipto Mangunkusumo membela KHD lewat tulisan mereka, namun tulisan tersebut juga dianggap menghasut rakyat untuk memusuhi dan memberontak oleh pemerintah Belanda.
            Akhirnya, Douwes Dekker dihukum buang ke Kupang dan Cipto Mangunkusumo dibuang ke Pulau Banda. Atas permohonan mereka, akhirnya pada bulan Agustus 1913 mereka dibuang ke Negeri Belanda.
            Di Belanda, KHD mempergunakan kesempatan itu untuk mendalami masalah pendidikan dan pengajaran hingga memperoleh gelar Europeesche Akte. Dalam studinya, KHD terpikat pada ide-ide sejumlah tokoh pendidikan Barat,seperti Froebel dan Montessori, serta Pergerakan pendidikan India, Santiniketan, oleh keluarga Tigore. Pengaruh-pengaruh inilah yang mendasarinya dalam mengembangkan sistem pendidikannya sendiri.
            Tahun 1918, KHD kembali ke Indonesia dengan strategi perjuangan baru, yaitu dengan cara mencerdaskan kehidupan bangsanya. KHD berpikir bahwa rakyat yang bisa membaca, menulis, cerdas dan mencintai bangsanya akan mudah dimobilisasi dan digerakkan untuk Indonesia merdeka. Maka pada tahun 1922, didirikanlah Taman Siswa.
 
C. PERKEMBANGAN PENDIDIKAN TAMAN SISWA
            Seperti telah disinggung pertama kali, Pendidikan Taman Siswa hingga saat ini masih eksis. Masing-masing tingkatan dalam Taman Siswa memiliki nama yang unik, seperti ;
۩              Taman Indria atau Taman Kanak-kanak (TK)
۩              Taman Muda atau Sekolah Dasar (SD)
۩              Taman Dewasa atau Sekolah Menengah pertama (SMP)
۩              Taman Madya atau Sekolah Menengah Atas (SMA)
۩              Taman Guru atau Sarjana Wiyata atau Universitas            . 
            Pendidikan Taman Siswa dilaksanakan berdasarkan sistem Among yaitu sistem pendidikan yang berjiwa kekeluargaan dan bersendikan kodrat alam dan kemerdekaan. Dalam sistem ini, setiap pendidik harus meluangkan waktu selama 24 jam setiap harinya untuk memberikan pelayanan kepada anak didik. Sistem Among ini berdasarkan cara berlakunya disebut sistem Tut Wuri Handayani. Orientasi pendidikan adalah pada anak didik yang dalam terminology baru disebut student centered.
            Untuk mencapai tujuan pendidikannya, Taman Siswa menyelenggarakan kerjasama yang selaras antara lingkungan keluarga, lingkungan keguruan dan lingkungan masyarakat. Selain itu, Taman Siswa mempunyai ciri khas yaitu Pancadrama : Kodrat Alam (memperhatikan Sunatullah). Kebudayaan (trikon), Kemerdekaan (memperhatikan potensi dan minat masing-masng individu dan kelompok), Kebangsaan (berorientasi pada keutuhan bangsa dengan berbagai macam suku) dan Kemanusiaan (menjunjung harkat dan martabat setiap orang)
            Tujuan yang utama dari pendidikan Taman Siswa saat ini ialah membangun anak didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Merdeka lahir batin, luhur akal budinya, cerdas dan berketerampilan serta sehat jasmani dan rohaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang mendiri dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa, tanah air serta manusia pada umumnya. Meskipun dengan susunan kalimat yang berbeda, namun tujuan pendidikan Taman Siswa ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional.
 
 
DAFTAR PUSTAKA