Cari Blog Ini

Tampilkan postingan dengan label IPS. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label IPS. Tampilkan semua postingan

Kamis, 08 November 2012

PARADIGMA PENDIDIKAN IPS



            Dalam wacana kurikulum sistem Pendidikan di Indonesia terdapat tiga jenis program pendidikan sosial, yaitu: program (pendidikan) ilmu-ilmu sosial (IIS) yang dibina pada fakultas-fakultas sosial murni; disiplin ilmu pengetahuan sosial (PDPIS) yang dibina pada fakultas-fakultas pendidikan ilmu sosial: dan pendidikan ilmu pengetahuan sosial (PIPS) yang diberikan terutama di dalam pendidikan persekolahan
            Perkembangan PIPS dan PDIPS secara konseptual terkait erat pada konsep “social studies” secara umum, dan secara kurikuler terkait erat pada perkembangan PIPS dalam dunia persekolahan. Oleh karena itu untuk melihat bagaimana karakteristik dan perkembangan PDIPS perlu dikaitkan dengan konsep, dan perkembangan “social studies” dan konsep serta perkembangan PIPS dalam dunia persekolahan.
            Konsep “social studies” secara umum berkembang secara evolusioner di Amerika Serikat sejak tahun 1800-an, yang kemudian mengkristal menjadi domain pengkajian akademik pada tahun 1900-an, antara lain dengan berdirinya National Council for the Social Studies (NCSS) pada tahun 1935. Pilar akademik pertama muncul dalam pertemuan pertama NCSS tahun 1935, berupa kesepakatan untuk menempatkan “social studies” sebagai “core curriculum”, dan pada tahun 1937 berupa kesepakatan mengenai pengertian “social studies” yang berawal dari pandangan Edgar Bruce Wesley, yakni “The social studies are the social. sciences simplified for pedagogical purposes”.
            Dari penelusuran historis epistemologis, tercatat bahwa dalam kurun waktu 40 tahunan sejak tahun 1935 bidang studi “social studies” mengalami perkembangan yang ditandai dengan ketakmenentuan, ketakberkeputusan, ketakbersatuan, dan ketakmajuan. Antara tahun 1940-1950 “social studies” mendapat serangan dari berbagai sudut; tahun. 1960-1970-an timbulnya tarik-menarik antara pendukung gerakan the new social studies yang dimotori oleh para sejarawan dan ahli-ahli ilmu sosial dengan gerakan “social studies” yang menekankan pada “citizenship education”. Para pendukung gerakan “the new social studies” kemudian mendirikan Social Science Education Consortium (SSEC). Sedangkan NCSS terus mengembangkan gerakan “social studies” yang terpisah pada “citizenship education”
            Pada era 1980-1990-an NCSS kelompok berhasil, menyepakati “scope and sequence of social studies”, yakni tahun 1963; kemudian pada tahun 1989 berhasil disepakati konsep “social studies” untuk abad ke 21 yang dituangkan dalam “Charting A Course: Social Studies for the 21st Century”, dan terakhir pada tahun 1994 disepakati “Curriculum Standards for Social Studies”. Dalam perkembangan terakhir itu NCSS masih tetap menempatkan “citizenship education” sebagai inti dari tujuan “social studies”. Sementara itu pada kelompok SSEC, kelompok bidang studi ekonomi mengembangkan secara tersendiri “economics education”.

Senin, 02 November 2009

SEJARAH PERKEMBANGAN IPS DI INDONESIA

Istilah IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) pertama kali muncul dalam Seminar Nasional tentang Civic Education tahun 1972 di Tawangmangu Solo Jawa Tengah. Dalam laporan seminar tersebut, muncul 3 istilah dan digunakan secara bertukar pakai, yaitu
  1. Pengetahuan Sosial
  2. Studi Sosial
  3. Ilmu Pengetahuan Sosial 
Konsep IPS untuk pertama kalinya masuk ke dunia persekolahan pada tahun 1972-1973 dalam Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PSSP) IKIP Bandung. Dalam kurikulum SD 8 tahun PPSP ini digunakan istilah “Pendidikan Kewarganegaraan Negara/Studi Sosial” sebagai mata pelajaran terpadu. Sedangkan dalam Kurikulum Sekolah Menengah 4 tahun, digunakan istilah :
  1. Studi Sosial sebagai mata pelajaran inti untuk semua siswa dan sebagai bendera untuk geografi, sejarah dan ekonomi sebagai mata pelajaran mayor ada jurusan IPS.
  2. Pendidikan Kewargaan Negara sebagai mata pelajaran inti bagi semua jurusan.
  3. Civics dan Hukum sebagai mata pelajaran mayor pada jurusan IPS.
Pada tahap kurikulum PPSP konsep pendidikan IPS diwujudkan dalam 3 bentuk, yaitu :
  1. Pendidikan IPS, terintegrasi dengan nama Pendidikan Negara/Studi Sosial.
  2. Pendidikan IPS terpisah, istilah IPS digunakan sebagai konsep paying untuk sejarah, ekonomi dan geografi.
  3. Pendidikan Kewargaan Negara sebagai suatu bentuk pendidikan IPS khusus.
Konsep pendidikan IPS tersebut lalu memberi inspirasi terhadap kurikulum 1975 yang menampilkan empat profil, yaitu :
  1. Pendidikan Moral Pancasila menggantikan Kewargaan Negara sebagai bentuk pendidikan IPS khusus.
  2. Pendidikan IPS terpadu untuk SD
  3. Pendidikan IPS terkonfederasi untuk SNIP yang menempatkan IPS sebagai konsep peyung untuk sejarah, geografi dan ekonomi koperasi.
  4. Pendidikan IPS terisah-pisah yang mencakup mata pelajaran sejarah, ekonomi dan geografi untuk SMA, atau sejarah dan geografi untuk SPG.
Konsep pendidikan IPS seperti itu tetap dipertahankan dalam Kurikulum 1984 yang secara konseptual merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 1975 khususnya dalam aktualisasi materi, seperti masuknya Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) sebagai materi pokok PMP.

DalmKurikulum 1984, PPKn merupakan mata pelajaran sosial khusus yang wajib diikuti semua siswa di SD, SMP dan SMU. Sedangkan mata pelajaran IPS diwujudkan dalam :
  1. Pendidikan IPS terpadu di SD kelas I-IV.
  2. Pendidikan IPS terkonfederasi di SLTP yang mencakup geografi, sejarah dan ekonomi koperasi.
  3. Pendidikan IPS terpisah di SMU yang meliputi Sejarah Nasional dan Sejarah Umum di kelas I-II; Ekonomi dan Geografi di kelas I-II; Sejarah Budaya di kelas III program IPS.
Dimensi konseptual mengenai pendidikan IPS telah berulang kali dibahas dalam rangkaian pertemuan ilmiah, yakni pertemuan HISPISI pertama di Bandung tahun 1989, Forum Komunikasi Pimpinan HIPS di Yogyakarta tahun 1991, di Padang tahun 1992, di Ujung Pandang tahun 1993, Konvensi Pendidikan kedua di Medan tahun 1992. Salah satu materi yang selalu menjadi agenda pembahasan ialah mengenai konsep PIPS. Dalam pertemuan Ujung Pandang, M. Numan Soemantri, pakar dan ketua HISPISI menegaskan adanya dua versi PIPS sebagaimana dirumuskan dalam pertemuan di Yogyakarta, yaitu :

a. Versi PIPS untuk Pendidikan Dasar dan Menengah.
PIPS adalah penyederhanaan, adaptasi dari disiplin Ilmu-ilmu Sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang duorganisir dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan.

b. Versi PIPS untuk Jurusan Pendidikan IPS-IKIP
PIPS adalah seleksi dari disiplin Ilmu-ilmu Sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang diorganisir dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan.

PIPS untuk tingkat perguruan tinggi pendidikan Guru IPS direkonseptualisasikan sebagai pendidikan disiplin ilmu, sehingga menjasi Pendidikan Disiplin Ilmu Pengetahuan Sosial (PDIPS).

Bertitik tolak dari pemikiran mengenai kedudukan konseptual PDIPS, dapat diidentifikasi sekolah objek telaah dari system pendidikan IPS, yaitu :
  1. Karakteristik potensi dan perilaku belajar siswa SD, SLTP dan SMU.
  2. Karakteristik potensi dan perilaku belajar mahasiswa FPIPS-IKIP atau JPIPS-STKIP/FKIP.
  3. Kurikulum dan bahan belajar IPS SD, SLTP dan SMU.
  4. Disiplin ilmu-ilmu sosial, humaniora dan disiplin lain yang relevan.
  5. Teori, prinsip, strategi, media serta evaluasi pembelajaran IPS.
  6. Masalah-masalah sosial, ilmu pengetahuan dan teknilogi yang berdampak sosial.
  7. Norma agama yang melandasi dan memperkuat profesionalisme.

PARADIGMA PEMBANGNAN PENGETAHUAN DALAM BIDANG PDIPS

Secara operasional paradigma pembangunan pengetahuan dalam bidang PDIPS diartikan sebagai pola pikir, pola sikap dan pola tindak yang tertata secara utuh yang seyogianya digunakan oleh para pakar atau ilmuwan PDIPS dalam melakukan kegiatan "konstruksi, interpretasi, transformasi dan rekonstruksi (KITR)" pengetahuan sampai pada akhirnya ditemukan teori.