Cari Blog Ini

Tampilkan postingan dengan label Sosial. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sosial. Tampilkan semua postingan

Senin, 16 November 2009

Peran Dan Status Individu Dalam Kehidupan Bermasyarakat

Kedudukan status dan peranan tentang sistim statifikasi sosial termasuk unsure-unsur dalam teori sosiologi. Raplinton, kedudukan dan peranan, kecuali merupakan unsure-unsur baku dalam sistim statifikasi sosial juga mempunyai arti penting bagi sistim sosial masyarakat. Lebih lanjut dijelaskan bahwa sistim sosial adalah pola-pola yang mengatur hubungan tiombal balik antar individu dengan masyarakatnya.

A. KEDUDUKAN (STATUS)

Soejono soekanto, kedudukan diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial, sehubungan dengan kelompok-kelompok di dalam kelompok yang lebih besar. Menurut kamus sosiologi status diartikan sebagai :
1. Pososi dalam suatu hierarki
2. Suatu wadah hak dan kewajiban
3. Aspek statis dari peranan
4. Prestise yang dikaitkan dengan suatu posisi
5. Jumlah peranan ideal dari seseorang.

Status dalam arti objektif dilihat sebagai suatu tatanan hak dan kewajiban secara hierarkis dalam struktur formal organisasi. Ditinjau dari aspeknya maka status objetif ini agak stabil.

Dari segi subjektif status yang dimiliki seseorang merupakan hasil penilaian orang lain terhadap diri seseorang dengan siapa dia berhubungan. Jadi status seseorang akan berubah jika penilaian yang dilakukan penilaian terhadap orang tersebut juga berubah menurut situasi, kondisi, tempat dan waktu.

Menurut Talcott Parson dari segi subjektif penilaian status menjadi lima criteria, yaitu :
1. Kelahiran
2. Mutu pribadi
3. Prestasi
4. Pemilikan
5. Otoritas

Pada kenyataannya kelima sumber status diatas tidak selalu konsisten untuk penilaian seseorang dan peranan yang dimiliki orang dalam masyarakatnya ditentukan situasi kelompok, seperti contoh ibu Ani situasi dirumah dan disekolah yang membedakan perannya..

Pendapat F. Jnaniecki bahwa situasi dapat ditinjau dari dua segi, yaitu segi subjektif maupun segi objektif.

Subjektif → Penilaian pribadi, sesuai interpretasi dan konsep pribadi

Situasi

Objektif → Penilaian oleh masyarakat yang ditentukan oleh kebudayaannya

Di masyarakat dikenal tiga macam kedudukan, yaitu :
a. Ascribed-Status yaitu kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan rohaniah dan kemampuan

b. Archieved- Status adalah kedudukan yang dicapai seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja. Kedudukan ini bersikap terbuka bagi individu dalam mengejar serta mencapai tujuannya.

c. Asssigned-Status merupakan kedudukan yang diberikan kepada seseorang yang berjasa.

Dalam kehidupan sehari-hari untuk menentukan kedudukan seseorang dapat dilihat dari cirri-ciri yang dimiliki oleh individu yang bersangkutan dalam sosiologi dinamakan sebagai status-simbol antara lain :
1. Cara berpakaian
2. Paergaulan
3. Cara-cara mengisi waktu senggang
4. Memilih tempat tinggal

B PERANAN (ROLE)

Ada 3 aspek dari peran yakni peran menyalurkan tindakan seseorang ; ada hubungan antara nilai-nilai dan peran dan ketiga menunjukkan bahwa pelaksanaan peran dipelajari dan dalam beberapa hal menjadi bagian dari kepribadian.

Proses belajar memainkan suatu peran dimulai sejak awal sekali. Pengambilan peran merupakan salah satu proses penting dalam pembentukan kepribadian dewasa.

C. TUJUAN PERAN

Empat katagori utama dari tujuan yang digeneralisasikan sebagai atau seluruhnya disediakan oleh peran yang diharapkan dimainkan orang dan berfungsi sebagai penarik orang kepada peran ini.
1. Tujuan instrumental adalah dengan memainkan suatu peran untuk mencapai tujuan lain.
2. Penghargaan. Penghargaan ini dimaksudkan dengan suatu perasaan dihormati , «terpandang », dinilai oleh orang lain sebagai yang penting.
3. Rasa aman. Tujuan yang digeneralisasikan ketiga adalah rasa aman secara ekonomi, sosial dan psikologis.
4. Respon ialah kesempatan yang diberikan peran-peran tertentu untuk membentuk hubungan sosial yang memuaskan, menyenangkan dari orang-orang yang penting baginya.

Setiap pekerjaan mempunyai penghargaan yang tidak sama dalam masyarakat. Penghargaan terhadap pekerjaan menpunyai hubungan dengan keberadaan kelas-kelas sosial yang terdapat dalam masyarakat.

Senin, 02 November 2009

SEJARAH PERKEMBANGAN IPS DI INDONESIA

Istilah IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) pertama kali muncul dalam Seminar Nasional tentang Civic Education tahun 1972 di Tawangmangu Solo Jawa Tengah. Dalam laporan seminar tersebut, muncul 3 istilah dan digunakan secara bertukar pakai, yaitu
  1. Pengetahuan Sosial
  2. Studi Sosial
  3. Ilmu Pengetahuan Sosial 
Konsep IPS untuk pertama kalinya masuk ke dunia persekolahan pada tahun 1972-1973 dalam Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PSSP) IKIP Bandung. Dalam kurikulum SD 8 tahun PPSP ini digunakan istilah “Pendidikan Kewarganegaraan Negara/Studi Sosial” sebagai mata pelajaran terpadu. Sedangkan dalam Kurikulum Sekolah Menengah 4 tahun, digunakan istilah :
  1. Studi Sosial sebagai mata pelajaran inti untuk semua siswa dan sebagai bendera untuk geografi, sejarah dan ekonomi sebagai mata pelajaran mayor ada jurusan IPS.
  2. Pendidikan Kewargaan Negara sebagai mata pelajaran inti bagi semua jurusan.
  3. Civics dan Hukum sebagai mata pelajaran mayor pada jurusan IPS.
Pada tahap kurikulum PPSP konsep pendidikan IPS diwujudkan dalam 3 bentuk, yaitu :
  1. Pendidikan IPS, terintegrasi dengan nama Pendidikan Negara/Studi Sosial.
  2. Pendidikan IPS terpisah, istilah IPS digunakan sebagai konsep paying untuk sejarah, ekonomi dan geografi.
  3. Pendidikan Kewargaan Negara sebagai suatu bentuk pendidikan IPS khusus.
Konsep pendidikan IPS tersebut lalu memberi inspirasi terhadap kurikulum 1975 yang menampilkan empat profil, yaitu :
  1. Pendidikan Moral Pancasila menggantikan Kewargaan Negara sebagai bentuk pendidikan IPS khusus.
  2. Pendidikan IPS terpadu untuk SD
  3. Pendidikan IPS terkonfederasi untuk SNIP yang menempatkan IPS sebagai konsep peyung untuk sejarah, geografi dan ekonomi koperasi.
  4. Pendidikan IPS terisah-pisah yang mencakup mata pelajaran sejarah, ekonomi dan geografi untuk SMA, atau sejarah dan geografi untuk SPG.
Konsep pendidikan IPS seperti itu tetap dipertahankan dalam Kurikulum 1984 yang secara konseptual merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 1975 khususnya dalam aktualisasi materi, seperti masuknya Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) sebagai materi pokok PMP.

DalmKurikulum 1984, PPKn merupakan mata pelajaran sosial khusus yang wajib diikuti semua siswa di SD, SMP dan SMU. Sedangkan mata pelajaran IPS diwujudkan dalam :
  1. Pendidikan IPS terpadu di SD kelas I-IV.
  2. Pendidikan IPS terkonfederasi di SLTP yang mencakup geografi, sejarah dan ekonomi koperasi.
  3. Pendidikan IPS terpisah di SMU yang meliputi Sejarah Nasional dan Sejarah Umum di kelas I-II; Ekonomi dan Geografi di kelas I-II; Sejarah Budaya di kelas III program IPS.
Dimensi konseptual mengenai pendidikan IPS telah berulang kali dibahas dalam rangkaian pertemuan ilmiah, yakni pertemuan HISPISI pertama di Bandung tahun 1989, Forum Komunikasi Pimpinan HIPS di Yogyakarta tahun 1991, di Padang tahun 1992, di Ujung Pandang tahun 1993, Konvensi Pendidikan kedua di Medan tahun 1992. Salah satu materi yang selalu menjadi agenda pembahasan ialah mengenai konsep PIPS. Dalam pertemuan Ujung Pandang, M. Numan Soemantri, pakar dan ketua HISPISI menegaskan adanya dua versi PIPS sebagaimana dirumuskan dalam pertemuan di Yogyakarta, yaitu :

a. Versi PIPS untuk Pendidikan Dasar dan Menengah.
PIPS adalah penyederhanaan, adaptasi dari disiplin Ilmu-ilmu Sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang duorganisir dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan.

b. Versi PIPS untuk Jurusan Pendidikan IPS-IKIP
PIPS adalah seleksi dari disiplin Ilmu-ilmu Sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang diorganisir dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan.

PIPS untuk tingkat perguruan tinggi pendidikan Guru IPS direkonseptualisasikan sebagai pendidikan disiplin ilmu, sehingga menjasi Pendidikan Disiplin Ilmu Pengetahuan Sosial (PDIPS).

Bertitik tolak dari pemikiran mengenai kedudukan konseptual PDIPS, dapat diidentifikasi sekolah objek telaah dari system pendidikan IPS, yaitu :
  1. Karakteristik potensi dan perilaku belajar siswa SD, SLTP dan SMU.
  2. Karakteristik potensi dan perilaku belajar mahasiswa FPIPS-IKIP atau JPIPS-STKIP/FKIP.
  3. Kurikulum dan bahan belajar IPS SD, SLTP dan SMU.
  4. Disiplin ilmu-ilmu sosial, humaniora dan disiplin lain yang relevan.
  5. Teori, prinsip, strategi, media serta evaluasi pembelajaran IPS.
  6. Masalah-masalah sosial, ilmu pengetahuan dan teknilogi yang berdampak sosial.
  7. Norma agama yang melandasi dan memperkuat profesionalisme.

PARADIGMA PEMBANGNAN PENGETAHUAN DALAM BIDANG PDIPS

Secara operasional paradigma pembangunan pengetahuan dalam bidang PDIPS diartikan sebagai pola pikir, pola sikap dan pola tindak yang tertata secara utuh yang seyogianya digunakan oleh para pakar atau ilmuwan PDIPS dalam melakukan kegiatan "konstruksi, interpretasi, transformasi dan rekonstruksi (KITR)" pengetahuan sampai pada akhirnya ditemukan teori.