Cari Blog Ini

Tampilkan postingan dengan label Pengantar Pendidikan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pengantar Pendidikan. Tampilkan semua postingan

Kamis, 21 Juni 2012

PERAN GURU DALAM PEMBELAJARAN


Peranan berasal dari kata peran, berarti sesuatu yang menjadi bagian atau memegang pimpinan yang terutama. Peran dapat dikatakan sebagai seperangkat perilaku yang diharapkan dari orang yang memiliki posisi dalam sistem sosial. Oleh karena itu seorang guru memiliki peran sesuai dengan hak dan kewajibannya dalam menjalankan tugas kesehariannya.
Efektivitas dan efisiensi belajar siswa di kelas sangat bergantung kepada peran guru. Banyak referensi tentang peran guru, salah satu yang dikemukan oleh Abin Syamsudin yang mengemukakan peran guru dalam proses pembelajaran peserta didik adalah
  1. Guru sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang akan dilakukan di dalam proses belajar mengajar (pre-teaching problems).
  2. Guru sebagai pelaksana (organizer), yang harus dapat menciptakan situasi, memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana, di mana ia bertindak sebagai orang sumber (resource person), konsultan kepemimpinan yang bijaksana dalam arti demokratik & humanistik (manusiawi) selama proses berlangsung (during teaching problems).
  3. Guru sebagai penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan, menganalisa, menafsirkan dan akhirnya harus memberikan pertimbangan (judgement), atas tingkat keberhasilan proses pembelajaran, berdasarkan kriteria yang ditetapkan, baik mengenai aspek keefektifan prosesnya maupun kualifikasi produknya.
  4. Guru sebagai pembimbing (teacher counsel), di mana guru dituntut untuk mampu mengidentifikasi peserta didik yang diduga mengalami kesulitan dalam belajar, melakukan diagnosa, prognosa, dan kalau masih dalam batas kewenangannya, harus membantu pemecahannya (remedial teaching).
Dalam materi ajar kita juga disampaikan bahwa sebelum dapat melaksanakan perannya dalam proses pembelajaran, guru harus dapat memiliki pemahaman mengenai perkembangan peserta didik sebagai subjek belajar. Kemampuan ini perlu dimiliki karena proses pembelajarn bukan semata-mata proses transformasi pengetahuan atau keterampilan, namun merupakan suatu  proses yang melibatkan peserta didik secara aktif sesuai perkembangannya.
Perkembangan kognitif merupakan kemampuan atau kecakapan seseorang untuk beradaptasi dengan lingkungan. Piaget mendeskripsikan perkembangan kognitif kedalam 4 periode perkembangan, yaitu
1.      Periode Sensomotorik (0-1,5 tahun)
2.      Periode Operasi Awal (1,5-7 tahun)
3.      Periode Operasi Konkret (7-12 tahun)
4.      Periode Operasi Formal (12 tahun ke atas)
Periode perkembangan kognitif ini menggambarkan kesiapan belajar anak akan terjadi sesuai dengan pencapaian tingkat perkembangannya. Piaget juga memandang bahwa pikiran anak merupakan suatu struktur yang secara terus menerus berkembang kearah tingkat organisasi dan integrasi yang lebih tinggi. Kesiapan belajar anak dapat diciptakan atau dikembangkan dengan jalan menghadapkan anak kepada tugas-tugas satu tingkat paling dekat dengan tahap perkembangan anak pada saat ini.
Selain perkembangan kognitif, perkembangan anak juga harus dilihat dari sisi pribadi dan sosialnya. Perkembangan pribadi mencakup perkembangan konsep diri, emosi, independensi, dan tanggungjawab. Perkembangan social anak dapat dilihat dari hubungan social, karakteristik kelompok, dan perkembangan etika.
Proses pembelajaran di sekolah harus bersifat terpadu dengan perkembangan anak baik perkembangan fisik, kognitif, social, moral maupun emosional. Oleh karena itu guru harus dapat menyesuaikan perkembangan ini dalam beberapa hal seperti
a.       Pengembangan bahan ajar
b.      Interaksi guru-siswa
c.       Hubungan antara keluarga dan program
d.      Evaluasi berorientasi perkembangan
Setelah guru memiliki pemahaman yang cukup memadai terhadap perkembangan anak, barulah kemudian dapat melaksanakan 3 peran berikut:
1.      Peran Guru dalam Pengembangan Rancangan Pembelajaran

Proses pembelajaran merupakan proses implementasi kurikulum yang menuntut peran guru untuk mengartikulasikan kurikulum/bahan ajar serta mengembangkan dan dan mengimplementasikan program-program pembelajaran dalam suatu tindakan yang akurat dan adekuat. Peran ini hanya dapat dilakukan jika kita sebagai guru telah memahami tujuan dan isi kurikulum serta segala perangkatnya untuk mewujudkan proses pembelajaran yang optimal. Guru juga harus memandang pembelajaran sebagai proses inquiry reflektif yang menekankan pada unsur aktivitas dan dinamika proses yang harus dipahami dan dihayati guru. Proses pembelajaran harus dipandang sebagai proses yang dinamis, proses yang berkembang terus, dan di dalam prose situ akan terjadi proses belajar.

Dalam menyusun rancangan pembelajaran, tahapan yang dilalui adalah:
a.       Analisis kurikulum
b.      Penyiapan tujuan instruksional
c.       Kegiatan yang diarahkan untuk mencapai tujuan: kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup
d.      Perencanaan evaluasi

2.      Peran Guru dalam Pelaksanakan Pembelajaran dan Manajemen Kelas

Proses interaksi di kelas dapat terjadi antara guru dan peserta didik, antara peserta didik dengan peserta didik, dan antara peserta didik dengan suasana yang dikembangkan. Setiap kegiatan diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Ketercapaian tujuan pembelajaran ini merupakan dampak dari proses pembelajaran yang telah dirancang sebelumnya. Dampak pembelajaran dapat dibedakan menjadi dampak langsung dan dampak pengiring. Proses ini agar tercapai memerlukan manajemen yang baik dari seorang guru, sehingga manajemen kelas yang efektif menjadi prasyarat utama bagi pembelajaran yang efektif. Manajemen kelas dapat dipandang sebgai tugas guru yang amat fundamental. Guru perlu memahami berbagai pendekatan manajemen kelas karena pada prinsipnya tidak ada satu pendekatanpun yang dianggap sebagai pendekatan terbaik dalam manajemen kelas. Pendekatan yang terbaik merupakan pendekatan yang dapat dirumuskan sebagai perangkat kegiatan di mana guru mengembangkan dan memelihara kondisi kelas yang dapat mendorong terjadinya pembelajaran yang efektif dan efisien.

Dalam proses pembelajaran, guru melakukan kegiatan mengajar dan kegiatan manajemen. Kegiatan mengajar dimaksudkan untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran. Kegiatan manajerial dimaksudkan untuk menciptakan dan memelihara kondisi yang memungkinkan pembelajaran berlangsung dengan efektif dan efisien. Kedua hal tersebut sebenarnya tidak dapat dipisahkan secara tegas karena dalam pelaksanaannya selalu bersinggungan dan saling melengkapi.

3.      Peran Guru dalam Evaluasi Pembelajaran

Evaluasi merupakan proses memperoleh informasi dan menggunakannya untuk membentuk judgment yang pada akhirnya digunakan untuk mengambil keputusan.
Evaluasi pencapaian belajar siswa merupakan salah satu kegiatan yang menjadi kewajiban bagi setiap guru. Pada setiap proses pembelajaran pada akhirnya harus dapat memberikan informasi kepada lembaganya atau pun kepada siswa itu sendiri, bagaimana dan sampai di mana penguasaan dan kemampuan yang telah dicapai siswa tentang materi dan keterampilan-keterampilan mengenai mata ajaran yang telah diberikannya.
Prinsip dasar yang harus diperhatikan di dalam menyusun tes hasil belajar:
1. Tes hendaknya dapat mengukur secara jelas hasil belajar
2. Mengukur sampai yang representatif dari hasil belajar dan bahan pelajaran.
3. Mencakup bermacam-macam bentuk soal yang benar-benar cocok untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan sesuai dengan tujuan.
4. Didesain sesuai dengan kegunaannya untuk memperoleh hasil yang diinginkan.
5. Tes yang bertujuan untuk mencari sebab-sebab kesulitan se-realible mungkin sehingga mudah diinterpretasikan dengan baik.
6. Hasilnya digunakan untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara mangajar guru.
Setiap guru harus dapat berperan sebagai evaluator bagi proses pembelajaran yang telah dilaksanakannya.

PENGUASAAN MATERI DAN KEMAMPUAN MENGAJAR


     Seorang guru perlu memiliki berbagai kompetensi yang menunjukkan bahwa dirinya seorang profesional. Diantara kompetensi tersebut adalah kompetensi kepribadian, sosial dan profesional. Selain itu guru juga harus mematuhi kode etik yang telah disepakati sebagai pedoman bertindak seluruh anggota profesinya.  Pada diskusi kita minggu lalu, Anda juga sudah banyak memberikan masukan tentang kemampuan-kemampuan lainnya yang pada prinsipnya akan sangat mempengaruhi dan mendukung profesi keguruan.
     Kita sering mendengar bahwa mutu pendidikan sangat tergantung pada seorang guru. Hal itu memang benar, meskipun masih banyak pula faktor-faktor lainnya. Namun karena pasa kesempatan ini, profesi guru yang dibahas, maka hal inilah yang menjadi perhatian kita.
Faktor utama yang perlu diperhatikan seorang guru dengan melihat kedalam dirinya adalah mengenai penguasaan materi. Apakah kita sudah menguasai materi? Salah satu komponen kompetensi yang harus dimiliki guru yang profesional adalah menguasai bahan pelajaran serta konsep-konsep dasar keilmuannya.
     Materi dari sudut pandang sebagai isi dari suatu bahan ajar dapat digolongkan menjadi enam jenis, yaitu:
  1. Fakta
  2. Konsep
  3. prinsip
  4. Keterampilan
  5. Pemacahan masalah
  6. Proses

     Materi dari sudut pandang cara pengorganisasiannya terbagi menjadi empat jenis, yaitu :
  1. Bahan Bidang Studi Linier
  2. Bahan Bidang Studi Kumulatif
  3. Bahan Bidang Studi Praktikal
  4. Bahan Bidang Studi Eksperiensial

     Setelah menguasai bahan ajarnya, tentu kita akan menyampaikannya kepada siswa. Oleh karena itu kemampuan berikutnya yang penting untuk dikuasai adalah kemampuan untuk mengajarkan materi tersebut dalam suatu proses pembelajaran. Kita harus ingat selalu bahwa di kelas akan terjadi proses pembelajaran, bukan hanya proses mengajar. Dengan demikian maka yang pertama kita lakukan adalah menentukan tujuan pembelajaran.  Tujuan pembelajaran akan menentukan jenis materi, apakah berupa konsep, prinsip, pemecahan masalah, atau yang lainnya. Setelah itu baru kita menentukan metode apa yang paling sesuai untuk membelajarkan siswa sehingga dapat mencapai tujuan.
     Dalam pelaksanaan proses pembelajaran, seorang guru diharapkan dapat membuat perencanaan yang bersifat situasional berdasarkan:
  1. Identifikasi kebutuhan dan minat siswa
  2. Tujuan-tujuan performan siswa
  3.  Karakteristik materi
  4. Ketersediaan fasilitas, ruang, dan waktu
  5. Kemampuan guru

     Berdasarkan perencanaan yang telah dibuat, guru akan melaksanakan proses pembelajaran. Pada kenyataannya sering terjadi berbagai hal yang menyebabkan perencanaan yang telah dibuat tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya. Dalam situasi seperti itu, guru harus dapat melakukan keputusan transaksional, yaitu melakukan penyesuaian berdasarkan umpan balik yang diperoleh dari interaksinya dengan siswa, dan interaksi antarsiswa, agar kegiatan pembelajaran terus berlangsung.

Minggu, 13 Mei 2012

Kompetensi Kepribadian, Sosial Dan Profesi Guru


Kompetensi berasal dari bahasa Inggris competency yang artinya kecakapan, kemampuan, kewenangan. Beberapa pengertian kompetensi dapat Anda simak sebagai berikut:
            Nana Syaodih (1997): Kompetensi adalah performan yang mengarah kepada pencapaian tujuan secara tuntas menuju kondisi yang diinginkan.
            Le Boterf dalam Denise et al (2007): Kompetensi merupakan sesuatu yang abstrak; hal ini tidak menunjukkan adanya material dan ketergantungan pada kegiatan kecakapan individu. Jadi kompetensi bukan keadaan tapi lebih pada hasil kegiatan dari pengkombinasiaan sumberdaya personal (pengetahuan, kemampuan, kualitas, pengalaman, kapasitas kognitif, sumberdaya emosional, dan lainnya) dan sumberdaya lingkungan (teknologi, database, buku, jaringan hubungan, dan lainnya).
            Yodhia Antariksa (2007):  Kompetensi dapat dipahami sebagai sebuah kombinasi antara keterampilan (skill), atribut personal, dan pengetahuan (knowledge) yang tercermin melalui perilaku kinerja (job behavior) yang dapat diamati, diukur dan dievaluasi.
Dari berbagai definisi tersebut dapat dikatakan kompetensi  sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan perbuatan secara profesional dalam menjalankan fungsi sebagai guru.
            Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Pasal 1) dinyatakan bahwa : “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal, pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah”.
Dalam UU tersebut juga dinyatakan bahwa kompetensi guru adalah kebulatan pengetahuan , keterampilan dan sikap yang berwujud tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran. Dimensi kompetensi yang harus dimiliki oleh profesi guru adalah :
a.       Kompetensi pedagogik.
b.      Kompetensi profesional.
c.       Kompetensi pribadi.
d.      Kompetensi sosial.
Kompetensi Pedagogik
            Kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.  Sub kompetensi dalam kompetensi Pedagogik adalah :
1.      Memahami peserta didik secara mendalam yang meliputi memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif, prinsip-prinsip kepribadian, dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik.
2.      Merancang pembelajaran,termasuk memahami landasan pendidikan  untuk kepentingan pembelajaran yang meliputi memahami landasan pendidikan, menerapkan teori belajar dan pembelajaran, menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar, serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.
3.      Melaksanakan pembelajaran yang meliputi menata latar ( setting) pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
4.      Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran yang meliputi merancang dan melaksanakan  evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode, menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery level), dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.
5.      Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan  berbagai potensinya meliputi memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik, dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik.

Kompetensi Profesional
            Adalah penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya.  Sub kompetensi dalam kompetensi Profesional adalah :
1.      Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi yang meliputi  memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah, memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar, memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait, dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.
2.      Menguasai struktur dan metode keilmuan yang meliputi menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan dan materi bidang studi.

Kompetensi Pribadi
            Adalah kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.  Sub kompetensi dalam kompetensi kepribadian meliputi :
1.      Kepribadian yang mantap dan stabil meliputi bertindak sesuai dengan norma sosial, bangga menjadi guru, dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.
2.      Kepribadian yang dewasa yaitu menampilkan  kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru.
3.      Kepribadian yang arif adalah menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah dan masyarakat dan menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
4.      Kepribadian yang berwibawa meliputi memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.
5.      Berakhlak mulia dan dapat menjadi teladan meliputi bertindak sesuai dengan norma religius (imtaq, jujur, ikhlas, suka menolong) dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.

Kompetensi Sosial
            Adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Sub kompetensi social meliputi:    
1.      Guru mampu berperan sebagai pemimpin baik dalam lingkup sekolah maupun luar sekolah.
2.      Guru bersikap bersahabat dan terampil berkomunikasi dengan siapapun demi tujuan yang baik.
3.      Guru bersedia ikut berperan serta dalam berbagai kegiatan sosial baik dalam lingkup kesejawatannya maupun dalam kehidupan masyarakat pada umumnya.
4.      Guru adalah pribadi yang bermental sehat dan stabil.
5.      Guru tampil secara pantas dan rapi.
6.      Guru mampu berbuat kreatif dengan penuh perhitungan.
7.      Dalam keseluruhan relasi sosial dan profesionalnya, guru hendaknya mampu bertindak tepat waktu.

PROFESI KEGURUAN DALAM MENGEMBANGKAN SISWA


Pengertian Profesi dan Profesional
            Profesi (menurut De George), adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian.
Ø      Mengandalkan suatu keterampilan atau keahlian khusus.
Ø      Dilaksanakan sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan utama (purna waktu).
Ø      Dilaksanakan sebagai sumber utama nafkah hidup.
Ø      Dilaksanakan dengan keterlibatan pribadi yang mendalam.
            Profesional (menurut De George), adalah orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi. Seorang profesional adalah seseorang yang hidup dengan mempraktekkan suatu keahlian tertentu atau dengan terlibat dalam suatu kegiatan tertentu yang menurut keahlian, sementara orang lain melakukan hal yang sama sebagai sekedar hobi, untuk senang-senang, atau untuk mengisi waktu luang.
Ø      Orang yang tahu akan keahlian dan keterampilannya.
Ø      Meluangkan seluruh waktunya untuk pekerjaan atau kegiatannya itu.
Ø      Hidup dari situ.
Ø      Bangga akan pekerjaannya.
Ciri-ciri Profesi
            Secara umum terdapat beberapa ciri yang melekat pada profesi, yaitu :
1.      Ada pengetahuan khusus. Biasanya keahlian dan keterampilan ini dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman bertahun-tahun.
2.      Ada kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Biasanya setiap pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
3.      Mengabdi pada kepentingan masyarakat. Setiap pelaksana profesi harus meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
4.      Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu berkaitan dengan kepentingan masyarakat, sehingga memerlukan pengakuan dari masyarakat terhadap profesi tersebut.
5.      Ada sistem imbalan yang adil dan baku terhadap jasa layanannya.

Profesi Keguruan
            Peran guru tidak dapat dipisahkan dari upaya untuk mencerdaskan dan menyiapkan kehidupan peserta didik. Karena itu, di pundak guru terdapat tanggungjawab yang melekat secara terus menerus sampai akhir hayat. Tugas dan tanggungjawab guru tersebut ternyata tidak mudah, karena harus melalui proses yang panjang, penuh dengan persyaratan dan berbagai tuntutan.
            Menyadari peran tersebut, maka pertumbuhan pribadi (personal growth)  maupun pertumbuhan profesi (professional growth) guru harus terus menerus dikembangkan dengan selalu mengikuti atau membaca informasi yang baru, dan mengembangkan ide-ide yang kreatif. Hal ini dimaksudkan agar eksistensi guru tidak ketinggalan zaman. Dengan selalu memperhatikan setiap perubahan informasi, guru memperoleh bekal baru yang dapat menjadi semangat dan motivasi untuk menciptakan situasi proses belajar mengajar yang lebih menyenangkan bagi siswa.
            Guru sebagai profesi perlu diiringi dengan pemberlakuan aturan profesi keguruan, sehingga akan ada keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi seseorang yang berprofesi guru. Aturan profesi keguruan berasal dari dua kata dasar profesi dan bidang spesifik guru/keguruan. Guru merupakan pekerjaan dan sudah menjadi sumber penghasilan bagi begitu banyak orang, serta memerlukan keahlian berstandar mutu atau norma tertentu. Secara teoretik, ini sejalan dengan syarat pertama profesi menurut Ritzer (1972), yakni pengetahuan teoretik (theoretical knowledge). Guru memang bukan sekedar pekerjaan atau mata pencaharian yang membutuhkan keterampilan teknis, tetapi juga pengetahuan teoretik. Siapa saja bisa terampil mengajar orang lain, tetapi hanya mereka yang berbekal pendidikan profesional keguruan yang bisa menegaskan dirinya memiliki pemahaman teoretik bidang keahlian kependidikan.
            Untuk dapat diterima dalam profesi keguruan, syarat pertama yang harus dipenuhi adalah syarat kualifikasi.Namun meskipun syarat kualifikasi pendidikan terpenuhi, bukan berarti dengan sendirinya seseorang bisa bekerja profesional, sebab harus ada cukup bukti bahwa dia memiliki keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu. Karena itu, baru-baru ini telah ditetapkan bahwa sertifikasi pendidik merupakan pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional.
Syarat kedua profesi adalah pemberlakuan pelatihan dan praktik yang diatur secara mandiri (self-regulated training and practice). Pekerjaan profesional biasanya cenderung bekerja secara mandiri. Sejumlah pelatihan profesional masih diperlukan dan diselenggarakan oleh asosiasi profesi. Gelar formal dan berbagai bentuk sertifikasi dipersyaratkan untuk berpraktik profesional. Namun sebagai seorang guru tetap harus ingat bahwa tugas profesional seorang pendidik adalah membantu peserta didik belajar (to help the others learn), yang bahkan terlepas dari persoalan apakah mereka suka atau tidak suka.
            Syarat terakhir, pekerjaan profesional juga ditandai oleh orientasinya yang lebih kepada masyarakat daripada kepada pamrih pribadi (community rather than self-interest orientation). Pekerjaan profesional juga dicirikan oleh semangat pengutamaan orang lain (altruism) dan kemanfaatan bagi seluruh masyarakat ketimbang dorongan untuk memperkaya diri pribadi. Walaupun secara praktik boleh saja menikmati penghasilan tinggi, bobot cinta altruistik profesi memungkinkan diperolehnya pula prestise sosial tinggi.

Kompetensi Guru
            David McClelland mendefinisikan kompetensi sebagai karakteristik personal yang dapat membawa pada kinerja yang lebih tinggi. Karakteristik-karakteristik ini adalah bakat (talenta alam, mudah dikembangkan), kemampuan (aplikasi praktis dari bakat) dan pengetahuan (informasi yang dibutuhkan untuk pencapaian tugas).
            Richard E. Boyatzis (2008) mengemukakan bahwa kompetensi merupakan karakteristik-karakteristik dasar seseorang yang menuntun atau menyebabkan keefektifan dan kinerja yang menonjol.
            Menurut Yodhia Antariksa (2007), secara umum kompetensi  dapat dipahami sebagai sebuah kombinasi antara keterampilan (skill), atribut personal, dan pengetahuan (knowledge) yang tercermin melalui perilaku kinerja (job behavior) yang dapat diamati, diukur dan dievaluasi.
            Kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian (personal), kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Kompetensi pedagogik menunjuk pada kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik. Kompetensi kepribadian (personal) menunjuk pada kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Kompetensi profesional menunjuk pada kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Kompetensi sosial menunjuk kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
            Adapun karakteristik profesional minimum seorang guru, yaitu: (1) mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya, (2) menguasai secara mendalam bahan belajar atau mata pelajaran serta cara pembelajarannya, (3) bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi, (4) mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya, dan (5) menjadi partisipan aktif masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.
            Secara substantif, karakteristik tersebut sudah terakomodasi dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru. Beberapa di antaranya adalah: (1) menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual, (2) menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik, (3) mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang diampu, (4) menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik, (5) memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang mendidik, dan (6) memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.

Kode Etik Guru
            Kode Etik Guru Indonesia dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru yang tersusun dengan baik dan sistematik dalam suatu sistem yang utuh dan bulat. Fungsi Kode Etik Guru Indonesia adalah sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap warga guru PGRI dalam menunaikan tugas pengabdiannya sebagai guru, baik di dalam maupun di luar sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari di Masyarakat. Dengan demikian, maka Kode Etik Guru Indonesia merupakan alat yang amat penting untuk pembentukan sikap profesional para anggota profesi keguruan.
            Fungsi adanya kode etik adalah untuk menjaga kredibilitas dan nama baik guru dalam menyandang status pendidik. Dengan adanya kode etik tersebut diharapkan para guru tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap kewajibannya. Jadi substansi diberlakukannya kode etik kepada guru sebenarnya untuk menambah kewibawaan dan memelihara image profesi guru tetap baik.

Kode Etik Guru Indonesia
            Guru Indonesia menyadari, bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Bangsa, dan Negara serta kemanusian pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada Undang-undang Dasar 1945, turut bertanggung jawab atas  terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu, Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sebagai berikut:
1.      Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa pancasila.
2.      Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran professional.
3.      Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
4.      Guru menciptakan suasan sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.
5.      Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6.      Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7.      Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.
8.      Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI  sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9.      Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.

Selasa, 08 November 2011

Lingkungan pendidikan

Yang dimaksud dengan lingkungan pendidikan adalah, segala sesuatu yang ada di luar diri individu yang mempengaruhi pribadinya. Pribadi individu berkembang melalui interaksi dengan lingkungannya. Dengan kata lain melalui pengalaman hidup yang berlangsung dalam lingkungan yang positif individu akan berkembang kepribadiannya. Sebab itu lingkungan tempat individu hidup merupakan lingkungan pendidikan baginya.
Seperti kita ketahui bersama bahwa pendidikan dapat berlangsung secara informal (keluarga, formal (sekolah), maupun nonformal (masyarakat.
Pendidikan informal (keluarga, biasanya berlangsung karena rasa tanggung jawab orang tua terhadap anak. Orang yang berperan sebagai pendidik yang utama di dalam keluarga, adalah ayah dan ibu (orang tua. Di samping itu anggota keluarga lain (kakak, paman, bibi, kakek, nenek, bahkan pembantu rumah tangga pun) dapat mempengaruhi atau mendidik anak melalui interaksi atau pergaulan dengan anak. Pengalaman yang diterima anak pada masa kecil akan menentukan sikap hidupnya di masa mendatang. Dengan demikian keluarga merupakan peletak dasar pendidikan bagi anak.
Secara tersirat tujuan pendidikan dalam keluarga pada umumnya adalah, agar anak menjadi pribadi yang mantap, beragama, bermoral, dan menjadi anggota masyarakat yang baik. Sesuai dengan sifatnya yang informal, keluarga tidak memiliki kurikulum formal atau kurikulum tertulis. Dari uraian terdahulu, keluarga mempunyai fungsi dalam pendidikan sebagai berikut: a) sebagai peletak dasar pendidikan anak, dan b) sebagai persiapan ke arah kehidupan anak dalam masyarakatnya.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan adanya karakteristik lingkungan pendidikan informal sebagai berikut: (a) tujuan pendidikannya lebih menekankan pada pengembangan karakter; (b) peserta didiknya bersifat heterogen; (c) isi pendidikannya tidak terprogram secara formal/tidak ada kurikulum tertulis; (d) tidak berjenjang; (e) waktu pendidikan tidak terjadwal secara ketat, relatif lama; (f) cara pelaksanaan pendidikan bersifat wajar; (g) evaluasi pendidikan tidak sistematis dan insidental; credentials tidak ada dan tidak penting.
Di samping mendapatkan pendidikan di rumah (secara informal), anak tentunya juga mendapatkan pendidikan di sekolah (secara formal). Sekolah mempunyai tujuan yang jelas yang dituangkan dalam bentuk kurikulum. Tetapi pada umumnya tujuan sekolah adalah memberikan bekal kemampuan kepada peserta didik dalam mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga Negara, makhluk Tuhan, serta mempersiapkan peserta didik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya.
Selain itu sekolah mempunyai fungsi konservasi dan fungsi inovasi. Fungsi konservasi, berarti sekolah berupaya untuk melestarikan nilai-nilai sosial-budaya yang ada di dalam masyarakat. Sedangkan fungsi inovasi, berarti sekolah berupaya untuk melakukan pembaharuan di dalam masyarakat.
Secara khusus sekolah mempunyai karakteristik sebagai berikut: (a) secara faktual tujuan pendidikannya lebih menekankan pada pengembangan intelektual; (b) peserta didiknya bersifat homogen; (c) isi pendidikannya terprogram secara formal/kurikulumnya tertulis; (d) terstruktur, berjenjang, dan berkesinambungan; (e) waktu pendidikan terjadwal secara ketat, dan relatif lama; (f) cara pelaksanaan pendidikan bersifat formal dan artificial; (g) evaluasi pendidikan dilaksanakan secara sistematis; credentials ada dan penting.

Di lingkungan masyarakat, setiap orang akan memperoleh pengalaman tentang berbagai hal, misalnya tentang lingkungan alam, tentang hubungan sosial, politik, kebudayaan, dan sebagainya. Di lingkungan masyarakat ini juga setiap orang akan memperoleh pengaruh yang sifatnya mendidik dari orang-orang yang berada di sekitarnya, baik dari teman sebaya maupun orang dewasa melalui interaksi sosial secara langsung atau tatap muka maupun secara tidak langsung.
Masyarakat sebagai lingkungan pendidikan nonformal hendaknya dipahami sebagai lingkungan pendidikan di luar keluarga dan di luar sekolah. Pendidikan dalam masyarakat (nonformal) dapat diselenggarakan secara tidak terstruktur dan berjenjang, dapat pula diselenggarakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal selain menjadi tanggung jawab pemerintah, juga menjadi tanggung jawab bersama orang dewasa (masyarakat) yang ada di lingkungan masyarakat yang bersangkutan. Pendidikan dalam lingkungan masyarakat dapat berfungsi sebagai pengganti, pelengkap, penambah, dan mungkin juga pengembang pendidikan di lingkungan keluarga dan sekolah.
Pendidikan nonformal mempunyai karakteristik sebagai berikut: (a) tujuan pendidikannya lebih bersifat pengembangan keterampilan praktis; (b) peserta didiknya bersifat heterogen; (c) isi pendidikannya ada yang terprogram secara tertulis , ada pula yang tidak terprogram secara tertulis; (d) dapat terstruktur, berjenjang, dan berkesinambungan dan dapat pula tidak; (e) waktu pendidikan terjadwal secara ketat atau tidak terjadwal, lama pendidikannya relative singkat; (f) cara pelaksanaan pendidikan mungkin bersifat artificial mungkin pula bersifat wajar; (g) evaluasi pendidikan mungkin dilaksanakan secara sistematis dapat pula tidak sistematis; credentials mungkin ada dan mungkin pula tidak ada.
Dalam perkembangannya sekarang keluarga tidak dapat lagi memenuhi segala kebutuhan dan aspirasi pendidikan bagi anak-anaknya, baik menyangkut pengetahuan, sikap, maupun keterampilan untuk melaksanakan peranannya di dalam masyarakat. Dengan demikian sekolah dan masyarakat berfungsi sebagai pelengkap pendidikan yang tidak dapat diberikan oleh keluarga. Tetapi tidak berarti bahwa keluarga dapat melepaskan tanggung jawab pendidikan bagi anak-anaknya. Keluarga diharapkan bekerja sama dan mendukung kegiatan pendidikan di sekolah dan di masyarakat.
Sekolah mendapat mandat, tugas dan tanggung jawab pendidikan dari orang tua dan masyarakat. Oleh sebab itu pendidikan di sekolah tidak boleh berjalan sendiri tanpa memperhatikan aspirasi keluarga dan masyarakat. Dalam melaksanakan pendidikannya sekolah perlu bekerja sama dengan orang tua peserta didik dan masyarakat. Pada masa sekarang sekolah tidak mampu lagi memberikan kebutuhan pendidikan bagi peserta didiknya secara menyeluruh, dan juga belum mampu menampung seluruh anak usia sekolah. Untuk itu pendidikan perlu dilengkapi, ditambah, dan dikembangkan melalui pendidikan di dalam lingkungan masyarakat.
Dari penjelasan di atas kita dapat melihat hubungan antara keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan.

Jumat, 04 November 2011

Implikasi karakteristik manusia Indonesia terhadap pendidikan

Pada materi ini akan dibahas mengenai implikasi karakteristik manusia (masyarakat) Indonesia terhadap dasar dan akar pendidikan, pengelolaan pendidikan, kurikulum pendidikan, wajib belajar, gerakan orang tua asuh, dan implikasi karakteristik kebudayaan terhadap praktik pendidikan.

1.Implikasi terhadap dasar dan akar pendidikan.
Pancasila dan UUD 1945 berkedudukan sebagai dasar pendidikan nasional. Dan pendidikan yang dikembangkan di Indonesia harus berakar pada nilai-nilai agama dan dan kebudayaan bangsa Indonesia. Jika tidak demikian maka pendidikan tidak akan dapat meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia secara utuh. Demikian juga jika pendidikan dikembangkan dengan berakar pada nilai kebudayaan asing, maka akan menimbulkan kesenjangan sosial-budaya bahkan kemungkinan identitas bangsa akan terkikis habis. Implikasinya maka pendidikan nasional hendaknya berakar pada nilai-nilai agama dan kebudayaan nasional.

2.Implikasi terhadap pengelolaan pendidikan 
Wilayah negara Republik Indonesia sangat luas, dan beraneka ragam keadaan lingkungan fisik serta kekayaan yang dikandungnya, ditambah dengan kemajemukan keadaan sosial-budayanya, membuat Indonesia mengambil kebijakan pengelolaan pendidikan yang efisien dan efektif. Maka sebagai implikasinya kebijakan pengelolaan pendidikan dalam sistem pendidikan nasional kita bersifat dekonsentrasi seperti tercermin dalam pasal 50 UU RI No. 20 tahun 2003.
Untuk itu pengelolaan sistem pendidikan nasional merupakan tanggung jawab Mentri,dengan demikian pemerintah pusat yang menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional.Sementara Pemerintah Daerah Provinsi melakukan koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan ,pengembangan tenaga kependidikan, dan penyediaan pasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah kab/kota untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah.
Pengelolaan satuan pendidikan. Pengelolaan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah. Yang dimaksud dengan manajemen berbasis sekolah/madrasah adalah bentuk otonomi manajemen pendidikan pada satuan pendidikan, yang dalam hal ini kepala sekolah/madrsah dan guru dibantu oleh komite sekolah/madrasah dalam mengelola kegiatan pendidikan.
Pengelolaan satuan pendidikan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu, dan evaluasi yang transparan.
Penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan yang berfungsi memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik, berprinsip nirlaba, dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan.

3.Kurikulum Pendidikan
Kurikulum berbasis kompetensi merupakan kurikulum yang dianut pendidikan Indonesia, mengingat bahwa dengan adanya keragaman dan kekayaan lingkungan fisik yang dimiliki masyarakat bila kurang dimanfaatkan untuk kemakmuran ,karena masyarakatnya kurang berdaya untuk dapat mengelola dan memanfaatkannya. dengan demikian
pendidikan yang diselengarakan hendaknya merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,bangsa, dan negara. Dengan demikian hendaknya pendidikan diselenggarakan sebagai pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik. Implikasinya maka pendidikan hendaknya memuat kurikulum yang dapat mengembangkan seluruh kemampuan atau kecakapan hidup berbudaya dalam pengertian luas yang meliputi berbagai elemen dari ketiga wujud kebudayaan secara terintegrasi.
Ragamnya lingkungan fisik yang dihuni masyarakat Indonesia, serta ragamnya keadaan sosial-budaya menghadapkan suatu tantangan bagi masyarakat (bangsa) Indonesia. Dengan adanya tantangan tersebut, maka implikasinya adalah perlu diambil kebijakan sebagai berikut: 1) kurikulum nasional yang memungkinkan tetap lestarinya keadaan masyarakat yang Bhineka Tunggal Ika, terbinanya kepribadian bangsa, terjaminnya standar nasional mutu pendidikan, dan relevansi pendidikan secara nasional. Kurikulum pendidikan nasional ini baik berkenaan dengan jenis pendidikan umum, pendidikan akademik, dan jenis pendidikan lainnya. 2) kurikulum muatan lokal yang memungkinkan terjaminnya relevansi pendidikan secara lokal, baik dalam kaitannya dengan lingkungan fisik maupun sosial-budaya.

4.Wajib Belajar
Karakteristik sosial budaya Indonesia turut berimlikasi terhadap kebijakan dan penyelengaraan wajib belajar pendidikan dasar yaitu pertama, salah satu tujuan NKRI adalah mencerdaskan bangsa.Kedua, nilai dan norma yang mengakui kesamaan hak setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan sesuai dengan pasal 31 UUD 1945. Ketiga, keragaman lingkungan fisik masyarakat indonesia yang sebagian besar berada di pedesaan terpencil dan terisolasi. Keempat, pelapisan sosial ekonomi.Kelima, asumsi menganai fungsi pendidikan demi pembudayaan dan pemberdayaan masyarakat. Keenam, asumsi mengenai fungsi kebudayaan sebagai dasar dan alat bagi manusia untuk dapat menangani permasalahan dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Dan hal ini memberikan implikasi terhadap kebijakan dan penyelenggaraan wajib belajar, yaitu: 1) kebijakan mengenai peningkatan akses dan perluasan kesempatan belajar bagi semua anak usia pendidikan dasar dengan target utama daerah serta masyarakat miskin dan terisolasi, 2) kebijakan tentang keragaman satuan pendidikan penyelenggara wajib belajar pendidikan dasar berupa: SD Biasa, SD Kecil, SD Pamong, SD Luar Biasa, Sekolah Luar Biasa, SD Terpadu, Program Kejar Paket A, Ujian Persamaan SD Madrasah Ibtidaiyah, dan Pondok Pesantren, SLTP Biasa, SLTP Kecil, SLTP Terbuka, SLTPLB, SLB, SLTP Terpadu, Program Kejar Paket B, Ujian Persamaan SUP, MTs, MTs Terbuka, dan Pondok Pesantren.

5.Gerakan Nasional Orang Tua Asuh
Pelaksanaan pendidikan memerlukan dana atau biaya yang tidak sedikit. Bagi masyarakat kurang mampu, untuk dapat membiayai anak-anaknya agar dapat menyelesaikan pendidikan pada tingkat sekolah dasar saja sudah sulit atau bahkan tidak mampu. Apalagi untuk menyelesaikan wajib belajar sembilan tahun dan selanjutnya. Di pihak lain pemerintah juga memiliki keterbatasan dalam hal anggaran pendidikan. Sementara mereka yang kurang mampu mendapatkan jaminan hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan dasar sembilan tahun. Implikasi dari kondisi tersebut, perlu ada kebijakan untuk melaksanakan peranan sebagai orang tua asuh oleh lapisan masyarakat yang berstatus sosial-ekonomi tinggi, sehingg dapat mengatasi kesulitan biaya pendidikan bagi masyarakat kurang mampu. Sejalan dengan itu, pemerintah melalui Keputusan Menteri Sosial RI No. 52/HUK/1996 telah mengambil keputusan tentang “Pembentukan Lembaga Gerakan Nasional Orang Tua Asuh”. Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GN-OTA), dan dikeluarkan pula Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 8 tahun 1997 tentang “Pembentukan Lembaga Gerakan Nasional Orang Tua Asuh”. 

6.Implikasi karakteristik Kebudayaan Terhadap Praktek Pendidikan
Kebudayaan Ideal versus Kebudayaan Aktual. Dalam praktek pendidikan kadang terjadi pula ketidak sejalanan antara nilai ideal dengan nilai aktual,untuk itu guru harusnya menjadi teladan. Artinya, mesti terdapat kesejalanan antara kebudayaan ideal dengan kebudayaan aktual.
Stabil versus perubahan.Pendidikan juga harus bersifat inovatif. Dengan demikian,peserta didik akan kreatif,memiliki motivasi untuk melakukan perubahan dalam kebudayaan.
Pendidikan di Indonesia harus menentukan pilihan arah dan melanjutkan perjalanan. Dalam menentukan arah, pendidik harus memilih arah yang tepat, ia harus kembali kepada nilai-nilai yang menjadi dasar pendidikannya. Pancasila dan UUD 1945 adalah dasar pendidikan kita, implikasinya kita memang perlu melestarikan kebudayaan lama yang dianggap mapan, sebaliknya juga tidak menolak adanya perubahan. Karena Pancasila dan UUD 1945 berstatus sebagai dasar pendidikan nasional, maka hendaknya keduanya dijadikan acuan dan arah dalam rangka melakukan fungsi perubahan (kreasi atau inovasi) dalam pendidikan. Prinsip perubahan dalam pendidikan bukanlah mengikuti perkembangan jaman atau kebudayaan yang sedang berubah, melainkan melakukan perubahan dengan mengacu kepada nilai-nilai dasar tertentu dan mengendalikannya ke arah tujuan tertentu pula.